A.
Ilmu
Pengetahuan Teknologi Dan Kemiskinan
1.
Ilmu
Pengetahuan
a.
Pengertian
Ilmu Pengetahuan
Ilmu, sains, atau ilmu
pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan
sekadar pengetahuan
(knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang
disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode
yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Ilmu Alam
hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani
(material saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku
manusia jika lingkup pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku
manusia yang konkret. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab
pertanyaan tentang berapa jarak matahari dan bumi, atau ilmu psikologi menjawab
apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.
b.
Sebutkan 4
Hal Sikap Yang Ilmiah
Sikap
ilmiah merupakan sikap yang harus ada pada diri seorang ilmuwan atau akademisi
ketika menghadapi persoalan-persoalan ilmiah. Sikap ilmiah ini perlu dibiasakan
dalam berbagai forum ilmiah, misalnya dalam diskusi, seminar, loka karya, dan
penulisan karya ilmiah
Sikap-sikap ilmiah yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Sikap Ingin Tahu
Sikap ingin tahu ini terlihat pada kebiasaan bertanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan bidang kajiannya. Contohnya : “Mengapa demikian? Bagaimana caranya? Apa saja unsur-unsurnya? Dan seterusnya”.
2) Sikap Kritis
Sikap kritis terlihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin berkaitan dengan bidang kajiannya untuk dibanding-banding kelebihan-kekurangannya, kecocokan-tidaknya, kebenaran-tidaknya, dan sebagainya.
3) Sikap Terbuka
Sikap terbuka dapat dilihat pada kebiasaan mau mendengarkan pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain, walaupun pada akhirnya pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau tidak sesuai.
4) Sikap Objektif
Sikap objektif terlihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa diikuti perasaan pribadi.
Sikap-sikap ilmiah yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Sikap Ingin Tahu
Sikap ingin tahu ini terlihat pada kebiasaan bertanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan bidang kajiannya. Contohnya : “Mengapa demikian? Bagaimana caranya? Apa saja unsur-unsurnya? Dan seterusnya”.
2) Sikap Kritis
Sikap kritis terlihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin berkaitan dengan bidang kajiannya untuk dibanding-banding kelebihan-kekurangannya, kecocokan-tidaknya, kebenaran-tidaknya, dan sebagainya.
3) Sikap Terbuka
Sikap terbuka dapat dilihat pada kebiasaan mau mendengarkan pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain, walaupun pada akhirnya pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau tidak sesuai.
4) Sikap Objektif
Sikap objektif terlihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa diikuti perasaan pribadi.
II.
Teknologi
a.
Pengertian Teknologi
Teknologi adalah keseluruhan sarana
untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan, dan
kenyamanan hidup manusia.
Penggunaan
teknologi oleh manusia diawali dengan pengubahan sumber daya alam menjadi
alat-alat sederhana. Penemuan prasejarah tentang kemampuan mengendalikan api telah menaikkan ketersediaan
sumber-sumber pangan, sedangkan penciptaan roda telah membantu
manusia dalam beperjalanan, dan mengendalikan lingkungan mereka. Perkembangan
teknologi terbaru, termasuk di antaranya mesin cetak,
telepon,
dan Internet,
telah memperkecil hambatan fisik terhadap komunikasi
dan memungkinkan manusia untuk berinteraksi secara bebas dalam skala global.
Tetapi, tidak semua teknologi digunakan untuk tujuan damai; pengembangan senjata
penghancur yang semakin hebat telah berlangsung sepanjang sejarah, dari pentungan
sampai senjata nuklir.
b.
Sebutkan
Ciri-ciri Fenomena Teknik Dalam Masyarakat
Menurut Sastrapratedja
(1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Rasionalistas, artinya tindakan yang spontan oleh teknik diubah menjadi
tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional.
2.
Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan atau tidak alamiah.
3.
Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara
otomatis.
4. Teknik
berkembang pada suatu kebudayaan.
5. Monisme,
artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung.
6.
Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan idiologi,
bahkan dapat menguasai kebudayaan.
7. Otonomi
artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
c.
Sebutkan
Ciri-ciri Teknologi Barat
1. Serba
intensif dalam segala hal, seperti modal, organisasi, tenaga kerja dan
lain-lain, sehingga lebih akrab dengan kaum elit daripada dengan buruh itu
sendiri.
2. Dalam
struktur sosial, teknologi barat bersifat melestarikan sifat kebergantungan.
3. Kosmologi
atau pandangan teknologi Barat adalah: menganggap dirinya sebagai pusat yang
lain.
III. Ilmu
Pengetahuan, Teknologi Dan Nilai
a. Definisi Ilmu Pengetahuan, Teknologi Dan Nilai
Ilmu
pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini
besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan
pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Penerapan ilmu pengetahuan khususnya teknologi sering kurang memperhatikan masalah nilai, moral atau segi-segi manusiawinya. Keadaan demikian tidak luput dari falsafah pembangunannya itu sendiri, dalam menentukan pilihan antara orientasi produksi dengan motif ekonomi yang kuat, dengan orientasi nilai yang menyangkut segi-segi kemanusiaan yang terkadang harus dibayar lebih mahal.
Penerapan ilmu pengetahuan khususnya teknologi sering kurang memperhatikan masalah nilai, moral atau segi-segi manusiawinya. Keadaan demikian tidak luput dari falsafah pembangunannya itu sendiri, dalam menentukan pilihan antara orientasi produksi dengan motif ekonomi yang kuat, dengan orientasi nilai yang menyangkut segi-segi kemanusiaan yang terkadang harus dibayar lebih mahal.
Ilmu
dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika
(Jujun S. Suriasumantri, 1984). Ilmu dipandang sebagai proses karena ilmu
merupakan hasil darikegiatan sosial, yang berusaha memahami alam, manusia dan
perilakunya baik secara individu atau kelompok. Apa yang dihasilkan oleh ilmu
pengetahuan seperti sekarang ini, merupakan hasil penalaran (rasio) secara
objektif. Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh dari hasil metode
keilmuwan yang diakui secara umum dan universal sifatnya. Oleh karena itu ilmu
dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan
suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain. Ilmu sebagai ilmu, karena ilmu
selain universal, komunal, juga alat menyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak
begitu saja mudah menerima kebenaran.
IImu adalah
bukan tujuan tetapi sebagai alat atau sarana dalam rangka meningkatkan taraf
hidup manusia. dengan memperhatikan dan mengutamakan kodrat dan martabat
manusia serta menjaga kelestarian lingkungan alam.
b. Fungsi Ilmu Pengetahuan Teknologi, Nilai Dalam Masyarakat
Ilmu
pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini
besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya oleh masyarakat, yang pada
hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat.
IV. Kemiskinan
a. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan lazimnya dilukiskan
sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
Dikatakan berada dibawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat
berteduh (Emil Salim, 1982).
b. Ciri-ciri Manusia Yang Hidup Di Bawah Garis Kemiskinan
1. Tidak memiliki faktor
produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan, dll.
2. Tidak memiliki kemungkinan
untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk
memperoleh tanah garapan atau modal usah.
3. Tingkat pendidikan yang
rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus membantu orang tua
mencari tambahan penghasilan.
4. Kebanyakan tinggal di desa
sebagai pekerja bebas (serabutan) berusaha apa saja.
5. Banyak yang hidup di
kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.
c. Fungsi
Kemiskinan
Menurut teori Fungsionalis
dari Statifikasi (tokohnya Davis), kemiskinan memiliki sejumlah fungsi yaitu:
1. Fungsi Ekonomi
Penyediaan tenaga untuk
pekerjaan tertentu menimbulkan dana sosial, membuka lapangan kerja baru dan
memanfaatkan barang bekas.
2. Fungsi Sosial
Menimbulkan altruisme
(kebaikan spontan) dan perasaan, sumber imajinasi kesulitan hidup bagi si kaya,
sebagai ukuran kemajuan bagi kelas lain dan merangsang munculnya badan amal.
3. Fungsi Kultural
Sumber inspirasi
kebijaksanaan teknokrat dan sumber inspirasi sastrawan dan memperkaya budaya
saling mengayomi antar sesama manusia.
4. Fungsi Politik
Berfungsi sebagai kelompok
gelisan atau masyarakat marginal untuk musuh bersaing bagi kelompok lain.
Walaupun kemiskinan mempunyai
fungsi, bukan berarti menyetujui lembaga tersebut. Tetapi karena kemiskinan
berfungsi maka harus dicarikan fungsi lain sebagai pengganti.
B.
Agama Dan
Masyarakat
1.
Fungsi Agama
a.
Jelaskan
Fungsi Agama Dalam Masyarakat
1. Fungsi Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis
(hukum) berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar
pribagi penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan
yang benar menurut ajaran agama masing-masing.
2. Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan
dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia
dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi Bencana melontarkan
kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut Tuhan satu).
Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah umat di luat
agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana mereka bisa
diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif
(pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai
rencana keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah
terbuka dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi
agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana
keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa dimulai
dengan terbuka dan jujur serta setara.
3. Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang yang
bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri
sendiri, sesama, semesta dan Allah. Tentu dia/mereka harus bertaubat
dan mengubah cara hidup.
4. Fungsi Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka
terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan, keadilan,
kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk tidak bisa
berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan yang ada.
5. Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun secara
serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar
"Civil Society" (kehidupan masyarakat) yang memukau.
6. Fungsi Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi
seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya
agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
7. Fungsi Kreatif. Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan
untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi
diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
8. Fungsi Sublimatif (bersifat perubahan emosi). Ajaran agama mensucikan
segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan juga bersifat
duniawi. Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila
dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Allah, itu adalah ibadah.
b.
Sebutkan
Dimensi Komiten Agama
Menurut Roland Robertson :
1. Dimensi keyakinan mengandung
perkiraan/harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis
tertentu.
2. Praktek agama mencakup
perbuatan-perbuatan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama
secara nyata.
3. Dimensi pengerahuan, dikaitkan
dengan perkiraan.
4. Dimensi pengalaman memperhitungkan
fakta, semua agama mempunyai perkiraan tertentu.
5. Dimensi konsekuensi dari komitmen
religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan.
II.
Pelembagaan Agama
a.
Sebutkan 3 Tipe Kaitan Agama Dengan
Masyarakat
Ada 3 tipe kaitan agama dengan masyarakat,
diantaranya :
1. Masyarakat dan nilai-nilai sakral.
2. Masyarakat-masyarakat pra industri
yang sedang berkembang.
3. Masyarakat-masyarakat industri
sekuler.
b.
Jelaskan Tentang Pelembagaan Agama
Pengertian pelembagaan agama itu
sendiri ialah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi
struktur agama. Dimensi ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan
di dalam kehidupan sehari-hari.
III.
Agama Konflik Dan Masyarakat
Secara sosiologis, Masyarakat agama
adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah berbeda-beda, beragam dan plural dalam
hal beragama. Ini adalah kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat
dipungkiri lagi. Dalam kenyataan sosial, kita telah memeluk agama yang
berbeda-beda. Pengakuan terhadap adanya pluralisme agama secara sosiologis ini
merupakan pluralisme yang paling sederhana, karena pengakuan ini tidak berarti
mengizinkan pengakuan terhadap kebenaran teologi atau bahkan etika dari agama
lain. Sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Rasjidi bahwa agama adalah masalah
yang tidak dapat ditawar-tawar, apalagi berganti. Ia mengibaratkan agama bukan
seperti rumah atau pakaian yang kalau perlu dapat diganti. Jika seseorang
memeluk keyakinan, maka keyakinan itu tidak dapat pisah darinya. Berdasarkan
keyakinan inilah, menurut Rasjidi, umat beragama sulit berbicara objektif dalam
soal keagamaan, karena manusia dalam keadaan terlibat. Sebagai seorang muslim
misalnya, ia menyadari sepenuhnya bahwa ia terlibat dengan Islam. Namun,
Rasjidi mengakui bahwa dalam kenyataan sejarah masyarakat adalah multi-complex
yang mengandung religious pluralism, bermacam-macam agama. Hal ini adalah
realitas, karena itu mau tidak mau kita harus menyesuaikan diri, dengan
mengakui adanya religious pluralism dalam masyarakat Indonesia.
Banyak konflik yang terjadi di
masyarakat Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan
terhadap kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti
Ahmadiyah) memicu tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi
Manusia. Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan
menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral
masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau
demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di
Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu
sehingga kelompok agama minoritas tidak mendapatkan hak.
Permasalah
konflik dan tindakan kekerasan ini kemudian mengarah kepada pertanyaan mengenai
kebebasan memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam UUD 1945, pasal 29
Ayat 2, sudah jelas dinyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama
dalam memeluk agama dan akan mendapat perlindungan dari negara.
Pada awal era Reformasi, lahir
kebijakan nasional yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara perlahan
politik hukum kebijakan keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada ketentuan
yang secara langsung membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini kemudian
menyebabkan terulangnya kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan
kebijakan-kebijakan keagamaan pada masa lampau yag secara substansial
bertentangan dengan pasal HAM dan konstitusi di Indonesia.