1. Perkembangan politik Indonesia pada
masa orde lama, orde baru, dan reformasi !
Jawab
:
Perkembangan politik
pada Masa orde lama
·
Konfigurasi
Politik Era Orde Lama
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya pembubaran konstituante, diundangkan dengan resmi dalam Lembaran Negara tahun 1959 No. 75, Berita Negara 1959 No. 69 berintikan penetapan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Salah satu dasar pertimbangan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah gagalnya konstituante melaksanakan tugasnya.
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya pembubaran konstituante, diundangkan dengan resmi dalam Lembaran Negara tahun 1959 No. 75, Berita Negara 1959 No. 69 berintikan penetapan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Salah satu dasar pertimbangan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah gagalnya konstituante melaksanakan tugasnya.
Pada masa
ini Soekarno memakai sistem demokrasi terpimpin. Tindakan Soekarno mengeluarkan
Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 dipersoalkan keabsahannya dari sudut yuridis
konstitusional, sebab menurut UUDS 1950 Presiden tidak berwenang
“memberlakukan” atau “tidak memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang dilakukan
melalui dekrit. Sistem ini yang mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme,
yang dilaksanakan ini berdasarkan pada sistem “Trial and Error” yang
perwujudannya senantiasa dipengaruhi bahkan diwarnai oleh berbagai paham
politik yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang cepat
berkembang. Maka problema dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang berkembang pada waktu itu bukan masalah-masalah yang bersifat
ideologis politik yang penuh dengan norma-norma ideal yang benar, tetapi
masalah-masalah praktis politik yang mengandung realitas-realitas objektif
serta mengandung pula kemungkinan-kemungkinan untuk dipecahkan secara baik,
walaupun secara normatif ideal kurang atau tidak benar. Bahkan kemudian muncul
penamaan sebagai suatu bentuk kualifikasi seperti “Demokrasi Terpimpin” dan
“Demokrasi Pancasila”.
Berbagai
“Experiment” tersebut ternyata menimbulkan keadaan “excessive” (berlebihan)
baik dalam bentuk “Ultra Demokrasi” (berdemokrasi secara berlebihan) seperti
yang dialami antara tahun 1950-1959, maupun suatu kediktatoran terselubung
(verkapte diktatuur) dengan menggunakan nama demokrasi yang dikualifikasi
(gekwalificeerde democratie).
Sistem
“Trial and Error” telah membuahkan sistem multi ideologi dan multi partai
politik yang pada akhirnya melahirkan multi mayoritas, keadaan ini terus
berlangsung hingga pecahnya pemberontakan DI/TII yang berhaluan theokratisme
Islam fundamental (1952-1962) dan kemudian Pemilu 1955 melahirkan empat partai
besar yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI yang secara perlahan terjadi pergeseran
politik ke sistem catur mayoritas. Kenyataan ini berlangsung selama 10 tahun
dan terpaksa harus kita bayar tingggi berupa :
1)
Gerakan separatis pada tahun 1957
2)
Konflik ideologi yang tajam yaitu antara Pancasila dan ideologi Islam, sehingga
terjadi kemacetan total di bidang Dewan Konstituante pada tahun 1959.
Oleh karena
konflik antara Pancasila dengan theokratis Islam fundamentalis itu telah
mengancam kelangsungan hidup Negara Pancasila 17 Agustus 1945, maka terjadilah
Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 dengan tujuan kembali ke UUD 1945 yang
kemudian menjadi dialog Nasional yang seru antara yang Pro dan yang Kontra.
Yang Pro memandang dari kacamata politik, sedangkan yang Kontra dari kacamata
Yuridis Konstitusional.
Akhirnya
memang masalah Dekrit Presiden tersebut dapat diselesaikan oleh pemerintah Orde
Baru, sehingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kelak dijadikan salah satu sumber
hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya pada
perang revolusi yang berlangsung tahun 1960-1965, yang sebenarnya juga
merupakan prolog dari pemberontakan Gestapu/PKI pada tahun 1965, telah
memberikan pelajaran-pelajaran politik yang sangat berharga walau harus kita
bayar dengan biaya tinggi.
Perkembangan Politik pada Masa Orde Baru
·
Orde
Baru adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang
merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat
"koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada
masa Orde Lama.
·
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.
Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat
meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini.
Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin
melebar.
·
Pada 1968, MPR secara
resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia
kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993,
dan 1998.
·
Presiden Soeharto memulai "Orde
Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan
luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa
jabatannya.
·
Salah satu kebijakan pertama yang
dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia
pada tanggal 19 September 1966
mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan
PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan
PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966,
tepaT 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama
kalinya.
·
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis
yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi -
dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis
Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili
pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan
sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
·
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan
pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian
khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru.
KTP ditandai ET (eks tapol).
·
Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui
struktur administratif yang didominasi militer. DPR dan MPR tidak
berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan
militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi
rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap
provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang
pembangunan antara pusat dan daerah.
·
Soeharto siap dengan konsep pembangunan
yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966
dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi
politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada
satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir
serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik
dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
·
Eksploitasi sumber daya Selama masa
pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia.
Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada
tahun 1970-an dan 1980-an
Perkembangan Politik pada Masa
Reformasi
Munculnya
Reformasi di Indonesia disebabkan oleh :
1.
Ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan
hukum.
2.
Pemerintah Orde baru tidak konsisten dan
konsekwen terhadap tekad awal munculnya orde baru yaitu melaksanakan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen dalam tatanan kehidupan bernasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
3.
Munculnya suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan
kekuasaannya
( status quo )
4.
Terjadinya penyimpangan dan penyelewengan
terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang direkayasa untuk melindungi
kepentingan penguasa.
5.
Timbulnya krisis politik, hukum, ekonomi dan
kepercayaan.
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan
tatanan kehidupan yang baru dan
secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi yang terjadi di
Indonesia tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan
perubahan terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum.
Setelah BJ Habibie dilantik menjadi presiden RI pada tanggal 21 Mei 1998 maka tugasnya adalah memimpin bangsa Indonesia dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi rakyat yang berkembang dalam pelaksanaan reformasi secara menyeluruh. Habibie bertekad untuk mewujudkan pemerintrahan yang bersih dan bebas dari KKN.
Pada tanggal 22 Mei 1998 Habibie membentuk kabinet Reformasi Pembangunan yang terdiri dari 16 orang menteri yang diambil dari unsur militer, Golkar, PPP dan PDI. Tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan pertemuan I dan berhasil membentuk komite untuk merancang Undang-undang politik yang lebih longgar dalam waktu 1 tahun dan menyetujui masa jabatan presiden maksimal 2 periode.
Setelah BJ Habibie dilantik menjadi presiden RI pada tanggal 21 Mei 1998 maka tugasnya adalah memimpin bangsa Indonesia dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi rakyat yang berkembang dalam pelaksanaan reformasi secara menyeluruh. Habibie bertekad untuk mewujudkan pemerintrahan yang bersih dan bebas dari KKN.
Pada tanggal 22 Mei 1998 Habibie membentuk kabinet Reformasi Pembangunan yang terdiri dari 16 orang menteri yang diambil dari unsur militer, Golkar, PPP dan PDI. Tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan pertemuan I dan berhasil membentuk komite untuk merancang Undang-undang politik yang lebih longgar dalam waktu 1 tahun dan menyetujui masa jabatan presiden maksimal 2 periode.
2. Otonomi daerah
(Undang-undang, Pengertian, Kelebihan, Kekurangan, Keberhasilan otonomi daerah,
dll.)
Jawab :
a.
Undang-undang mengenai otonomi daerah
UU
otonomi daerah di Indonesia merupakan dasar hukum pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia. UU otonomi daerah di Indonesia merupakan payung
hukum terhadap seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pelaksanaan otonomi daerah di bawah UU otonomi daerah seperti, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan seterusnya.
UU otonomi
daerah itu sendiri merupakan
implementasi dari ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
1945) yang menyebutkan otonomi daerah sebagai bagian dari sistem tata negara
Indonesia dan pelaksanaan pemerintahan di Indonesia. Ketentuan mengenai
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tercantum dalam pasal 18 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa:
“Pemerintahan
daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Selanjutnya
Undang-Undang Dasar 1945 memerintahkan pembentukan UU Otonomi Daerah untuk
mengatur mengenai susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah,
sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (7),
bahwa:
“Susunan
dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang”.Ketentuan
tersebut diatas menjadi payung hukum bagi pembentukan UU otonomi daerah di
Indonesia, sementara UU otonomi daerah menjadi dasar bagi pembentukan peraturan
lain yang tingkatannya berada di bawah undang-undang menurut hirarki atau tata
urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Otonomi
daerah di Indonesia dilaksanakan segera setelah gerakan reformasi 1998.
Tepatnya pada tahun 1999 UU otonomi daerah mulai diberlakukan. Pada tahap awal
pelaksanaannya, otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan berdasarkan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Setelah
diberlakukannya UU ini, terjadi perubahan yang besar terhadap struktur dan tata
laksana pemerintahan di daerah-daerah di Indonesia.
b. Pengertian otonomi
daerah
Dalam Undang-Undang No. 32 tahun
2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan menurut Suparmoko (2002:61) mengartikan otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Sesuai dengan penjelasan
Undang-Undang No. 32 tahun 2004, bahwa pemberian kewenangan otonomi daerah dan
kabupaten / kota didasarkan kepada desentralisasi dalam wujud otonomi yang
luas, nyata dan bertanggung jawab.
a. Kewenangan Otonomi Luas
Yang dimaksud dengan kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal agama serta kewenangan dibidang lainnya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Disamping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
Yang dimaksud dengan kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal agama serta kewenangan dibidang lainnya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Disamping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
b. Otonomi Nyata
Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup dan berkembang di daerah.
Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup dan berkembang di daerah.
c. Otonomi Yang Bertanggung
Jawab
Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang sehat antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 7, 8, 9 tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat dan daerah yaitu :
Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang sehat antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 7, 8, 9 tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat dan daerah yaitu :
- Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu
- Tugas perbantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
c.
Daerah Otonom
Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasl 1 ayat 6 menyebutkan bahwa daerah otonomi selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasl 1 ayat 6 menyebutkan bahwa daerah otonomi selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Profesor Oppenhein (dalam
Mohammad Jimmi Ibrahim, 1991:50) bahwa daerah otonom adalah bagian organis
daripada negara, maka daerah otonom mempunyai kehidupan sendiri yang bersifat
mandiri dengan kata lain tetap terikat dengan negara kesatuan. Daerah otonom
ini merupakan masyarakat hukum yaitu berhak mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri.
d. Kelebihan dan kekurangan dari
adanya otonomi daerah
kelebihan
dari adanya otonomi daerah, yaitu :
§ Untuk mengurangi beban pemerintah
pusat yang terlalu berat karena harus mengurus indonesia dari sabang sampai
marauke.
§ Otonomi daerah dapat memberikan
kesempatan yang sangat besar kepada daerah untuk berkembang sesuai potensi yang
dimilikinya dengan segala SDA dan SDM nya.
§ Pengelolaan SDA yang ada akan lebih
maksimal, mengingat daerah lebih tau dan mengenal potensinya, sehingga bisa
mengelola dengan maksimal untuk kesejahteraan masyarakatnya.
§ Terciptanya pelayanan terhadap
masyarakat lebih baik, karena pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya begitu
juga sebaliknya.
§ Masalah yang muncul di daerah dapat di tangani
dengan cepat, karena tidak perlu menunggu perintah atau keputusan dari pusat.
Tindakan yang diambil terhadap masalah lebih cepat.
§ Peran pemerintah daerah sangat besar
dan AKtif bekerja sama dengan masyarakatnya untuk mengembangkan daerahnya ke
arah yang lebih baik tentunya.
Kekurangan dari adanya otonomi
daerah, yaitu :
§ Terlalu besarnya kekuasaan
pemerintah daerah dapat memicu munculnya kekuasaan absolut dan
kesewenang-wenangan.
§ Karena besarnya kekuasaan itu maka cenderung
akan disalahgunakan, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
§ Kurangnya pengawasan dari pusat
dapat menimbulkan exsploitasi SDA secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan
kerusakan SDA yang tak terkontrol dengan baik.
§ Sitem penyaluran kebijakan atau dana dari
pusat akan menjadi rumit dan rentan terjadi penyelewengan.
§ Tidak meratanya pembiayaan dari
pusat kepada setiap daerah
§ Terjadi kesenjangan antara daerah
satu dengan lainnya, karena SDA dan SDM yang dimiliki berbeda, menyebabkan
pembangunan lebih besar di suatu daerah dan sementara di daerah lain tertinggal
jauh.
e.
Keberhasilan otonomi daerah
Untuk mengetahui apakah suatu
daerah otonom mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, Syamsi
(1986: 199) menegaskan beberapa ukuran sebagai berikut:
1.
Kemampuan struktural organisasi
Struktur organisasi
pemerintah daerah harus mampu menampung segala aktivitas dan tugas-tugas yang
menjadi beban dan tanggung jawabnya, jumlah dan ragam unit cukup mencerminkan
kebutuhan, pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang cukup jelas.
- Kemampuan aparatur pemerintah daerah
Aparat pemerintah daerah harus mampu menjalankan tugasnya
dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. Keahlian, moral, disiplin dan
kejujuran saling menunjang tercapainya tujuan yang diinginkan.
- Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat
Pemerintah
daerah harus mampu mendorong masyarakat agar memiliki kemauan untuk berperan
serta dalam kegiatan pembangunan.
- Kemampuan keuangan daerah
Pemerintah daerah harus mampu membiayai
kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan secara keseluruhan
sebagai wujud pelaksanaan, pengaturan dan pengurusan rumah tangganya sendiri.
Sumber-sumber dana antara lain berasal dari PAD atau sebagian dari subsidi pemerintah
pusat.
Keberhasilan suatu daerah menjadi daerah otonomi dapat
dilihat dari beberapa hal yang mempengaruhi (Kaho, 1998), yaitu faktor manusia,
faktor keuangan, faktor peralatan, serta faktor organisasi dan manajerial.
Pertama, manusia adalah faktor yang esensial dalam penyelenggaraan pemerintah
daerah karena merupakan subyek dalam setiap aktivitas pemerintahan, serta
sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Kedua,
keuangan yang merupakan bahasan pada lingkup penulisan ini sebagai faktor
penting dalam melihat derajat kemandirian suatu daerah otonom untuk dapat
mengukur, mengurus dan membiayai urusan rumah tangganya. Ketiga, peralatan
adalah setiap benda atau alat yang dipergunakan untuk memperlancar kegiatan
pemerintah daerah. Keempat, untuk melaksanakan otonomi daerah dengan baik maka
diperlukan organisasi dan pola manajemen yang baik.
Kaho (1998) menegaskan bahwa faktor yang sangat berpengaruh
dalam pelaksanaan otonomi daerah ialah manusia sebagai pelaksana yang baik.
Manusia ialah faktor yang paling esensial dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah, sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem
pemerintahan. Agar mekanisme pemerintahan dapat berjalan dengan baik sesuai
dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau subyek harus baik pula. Atau
dengan kata lain, mekanisme pemerintahan baik daerah maupun pusat hanya dapat
berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan seperti yang diinginkan apabila
manusia sebagai subyek sudah baik pula.
Selanjutnya,
faktor yang kedua ialah kemampuan keuangan daerah yang dapat mendukung
pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Mamesah
mengutip pendapat Manulang (1995: 23) yang menyebutkan bahwa dalam kehidupan
suatu negara, masalah keuangan negara sangat penting. Semakin baik keuangan
suatu negara, maka semakin stabil pula kedudukan pemerintah dalam negara
tersebut. Sebaliknya kalau kondisi keuangan negara buruk, maka pemerintah akan
menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan dalam menyelenggarakan segala
kewajiban yang telah diberikan kepadanya.
Faktor ketiga ialah anggaran, sebagai alat utama pada
pengendalian keuangan daerah, sehingga rencana anggaran yang dihadapkan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus tepat dalam bentuk dan susunannya.
Anggaran berisi rancangan yang dibuat berdasarkan keahlian dengan pandangan ke
muka yang bijaksana, karena itu untuk menciptakan pemerintah daerah yang baik
untuk melaksanakan otonomi daerah, maka mutlak diperlukan anggaran yang baik
pula.
Faktor peralatan yang cukup dan memadai, yaitu setiap alat yang dapat
digunakan untuk memperlancar pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah.
Peralatan yang baik akan mempengaruhi kegiatan pemerintah daerah untuk mencapai
tujuannya, seperti alat-alat kantor, transportasi, alat komunikasi dan
lain-lain. Namun demikian, peralatan yang memadai tersebut tergantung pula pada
kondisi keuangan yang dimiliki daerah, serta kecakapan dari aparat yang
menggunakannya.
Faktor organisasi dan manajemen baik, yaitu organisasi yang tergambar
dalam struktur organisasi yang jelas berupa susunan satuan organisasi beserta
pejabat, tugas dan wewenang, serta hubungan satu sama lain dalam rangka
mencapai tujuan tertentu. Manajemen merupakan proses manusia yang menggerakkan
tindakan dalam usaha kerjasama, sehingga tujuan yang telah ditentukan dapat
dicapai. Mengenai arti penting dari manajemen terhadap penciptaan suatu
pemerintahan yang baik, mamesah (1995 : 34) mengatakan bahwa baik atau tidaknya
manajemen pemerintah daerah tergantung dari pimpinan daerah yang bersangkutan,
khususnya tergantung kepada Kepala Daerah yang bertindak sebagai manajer
daerah.